Suatu
 hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat
 mobil ayahnya diparkirkan , tetapi karena lantainya terbuat dari marmer
 maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. 
Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. 
Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya. 
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin 
menghindari macet. 
Setelah
 sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri
 mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan 
ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu 
berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah. 
Saat
 pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang 
baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si
 bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan 
siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu 
berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan 
lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan 
pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak 
tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” 
hardik si isteri lagi. 
Si
 anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari 
kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Dita yg membuat gambar itu 
ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja 
seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang 
ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya 
berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa 
apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak 
tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Sedangkan Si ibu 
cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman 
yang dikenakan. 
Pembantu
 rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup lama 
memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. 
Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut 
menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dia terperanjat melihat
 telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan 
berdarah. 
Pembantu
 rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia 
ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat 
luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak 
kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu 
rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu 
rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak. 
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang 
menghabiskan waktu di kamar pembantu. 
Si
 ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si 
ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski 
setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab 
pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum 
si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat 
anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar 
pembantunya. 
Masuk
 hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan 
Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah 
siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah 
dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit 
karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap 
dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata 
dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong 
karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah 
bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus 
dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. 
Si
 bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. 
Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi. Si ibu
 meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata 
isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan 
pembedahan. 
Keluar
 dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak 
menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut 
kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu 
rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan
 menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… 
Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita 
tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.”, katanya berulang 
kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang 
Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat 
wanita itu meraung histeris. “Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa 
diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya 
Dita mau makan nanti ?… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita janji 
tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ” katanya berulang-ulang. Serasa 
hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat
 hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. 
Nasi sudah jadi bubur. 
Pada
 akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan 
ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski 
sudah minta maaf…Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan 
kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat 
lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak
 bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya
 tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan 
ayahnya..
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar