Sebuah ulasan yang
menarik pada edisi 8 Februari 2002 di harian ini, di halaman depan, tentang
wakil rakyat yang enggan turun ke wilayah yang dilanda bencana banjir. Ketika
banjir melanda Jakarta, dan ketika masyarakat kedinginan
dan perut kelaparan karena banjir, kita melihat betapa angkuhnya para politisi
dan pemimpin kita tersebut yang bergeming sekalipun rakyatnya menderita akibat
bencana banjir. Bahkan dikatakan bahwa rakyat harus kembali mengurut dada
menelan kekecewaan, ketika ada komentar wakil rakyat yang dengan masa bodoh
mengatakan, Musibah banjir bukan hanya di Jakarta atau di
Indonesia saja. Di luar negeripun ada
banjir.
Topik kali ini sengaja dipilih untuk merenungkan kembali makna kepemimpinan yang sejati. Kepemimpinan sering diartikan dengan jabatan formal, yang justru menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin atau pejabat yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
Topik kali ini sengaja dipilih untuk merenungkan kembali makna kepemimpinan yang sejati. Kepemimpinan sering diartikan dengan jabatan formal, yang justru menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin atau pejabat yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
Sebuah buku yang
menarik tentang kepemimpinan yang melayani (servant leadership) ditulis oleh Dr.
Kenneth Blanchard dan kawan kawan, berjudul Leadership by The Book (LTB). Ken
Blanchard adalah juga co-author dari buku-buku manajemen yang sangat laris,
seperti The One Minute Manager, Raving Fans, Gung Ho, dan Everyones Coach. Buku
LTB mengisahkan tentang tiga orang karakter yang mewakili tiga aspek
kepemimpinan yang melayani, yaitu seorang pendeta, seorang professor, dan
seorang profesional yang sangat berhasil di dunia bisnis. Tiga aspek
kepemimpinan tersebut adalah HATI yang melayani (servant HEART), KEPALA atau
pikiran yang melayani (servant HEAD), dan TANGAN yang melayani (servant
HANDS).
Hati Yang Melayani (Karakter Kepemimpinan)Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
Hati Yang Melayani (Karakter Kepemimpinan)Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
Paling tidak menurut
Ken Blanchard dan kawan-kawan, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari
seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yaitu:
Tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Entah hal ini sebuah impian yang muluk atau memang kita tidak memiliki pemimpin seperti ini, yang jelas pemimpin yang mengutamakan kepentingan publik amat jarang kita temui di republik ini.
Tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Entah hal ini sebuah impian yang muluk atau memang kita tidak memiliki pemimpin seperti ini, yang jelas pemimpin yang mengutamakan kepentingan publik amat jarang kita temui di republik ini.
Seorang pemimpin
sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang
dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal ini sejalan
dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders
Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya
untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi
sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut.
Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas
pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi
kuat.
Pemimpin yang
melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu
mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan
dari mereka yang dipimpinnya.
Ciri keempat seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable) . Istilah
akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya
seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabk an
kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya.
Ciri keempat seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable)
Pemimpin yang
melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan,
impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.
Kepala Yang Melayani (Metoda Kepemimpinan)Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.
Kepala Yang Melayani (Metoda Kepemimpinan)Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak
pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak
pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Oleh karena itu seringkali kami
dalam berbagai kesempatan mendorong institusi formal agar memperhatikan
ketrampilan seperti ini yang kami sebut dengan softskill atau personal skill.
Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can
Leadership Be Taught. Jelas dalam artikel tersebut dibahas bahwa kepemimpinan
(dalam hal ini metoda kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka
yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting
dalam metoda kepemimpinan, yaitu:
Kepemimpinan yang
efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan sebuah daya atau
kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan
kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari
orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.
Bahkan dikatakan
bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang
jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi.
Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi
yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana
adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju
suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama
sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan
belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa
bertahan sampai beberapa generasi.
Ada dua aspek mengenai
visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin
tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi
memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu
rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi
itu.
Seorang pemimpin
yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap
terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang
dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari
setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian) , dan mengevaluasi kinerja dari anak
buahnya.
Tangan Yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan)Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu:
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian)
Tangan Yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan)Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu:
Pemimpin tidak hanya
sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki
kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku
yang sejalan dengan Firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan
Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan
diperbuatnya.
Pemimpin sejati
fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi.
Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih
banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk
melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh
kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan
semata.
Pemimpin sejati
senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan,
kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya.
Setiap hari senantiasi menselaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan) , prayer (doa) dan scripture (membaca
Firman Tuhan).
Setiap hari senantiasi menselaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan)
Demikian
kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang menurut kami sangat
relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa
Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku
Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok ukur
kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant
leadership).
Bahkan dalam suatu
penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan bahwa
pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan
biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah
orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah
hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal
dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi, dan selalu
mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar