Sebuah penelitian menyatakan bahwa memukul anak akan mengajarkan pada anak utk bersikap menyerang & menggunakan kekerasan dlm menyelesaikan masalah. Riset tersebut jg menyatakan bhw seringnya orangtua memukul anaknya, akan merendahkan self-esteem & menyebabkan depresi pada anak, bahkan hingga ia dewasa. Lalu, cara seperti apakah yg bisa orangtua lakukan untuk menangani anaknya yg nakal, selain memberinya pukulan.
Berikut beberapa cara yang bisa menjadi alternatif bagi orangtua dalam mendidik anak:
"Tetap tenang"
Saat
anda merasa marah pada anak anda, dan kemarahan tersebut rasanya sudah
tidak terkontrol, sehingga anda berkeinginan memukul anak anda, yg bisa
anda lakukan pd situasi tersebut yaitu meninggalkannya sejenak untuk
menenangkan diri. Biasanya setelah anda dlm keadaan tenang, anda akan
menemukan solusi lain terhadap masalah yg anda hadapi. Jika anda
terpaksa tidak bisa meninggalkan situasi tersebut, anda bisa menenangkan
diri dgn cara menghela nafas sejenak, dgn memejamkan mata sambil
menghitung hingga sepuluh, atau hingga anda merasa lebih tenang.
"Sediakan waktu untuk diri sendiri"
Orangtua
yg kerapkali memukul anaknya yg nakal, biasanya adalah orangtua yg tdk
punya waktu untuk dirinya sendiri, sehingga ia selalu merasa
tergesa-gesa dalam segala hal. Jadi penting bagi anda untuk tetap
menyediakan waktu tenang untuk diri anda sendiri, misalnya dgn sesekali
menyediakan waktu untuk membaca, exercise, berjalan-jalan, berdoa &
sebagainya, meski sesibuk apapun anda.
"Tetap bersikap lembut namun tegas"
Salah
satu situasi yg membuat orangtua memukul anak mereka, adalah saat anak
tidak mematuhi perintah yg katakan orangtua untuk tidak bersikap nakal,
sehingga pukulan adalah cara yg mereka pilih. Jika anda menghadapi
situasi seperti ini, yg bisa anda lakukan adalah lakukan eye contact dgn
anak anda, berjongkoklah agar mata anda berada tepat didepan matanya,
kemudian tataplah matanya dlm & tegas, sentuhlah punggungnya, dan
katakan padanya dgn ucapan yg lembut namun tegas tentang apa yg anda
ingin ia lakukan, misalnya "Mama ingin kamu bermain dgn tenang", dan
sabagainya.
"Beri pilihan"
Memberi pilihan pada anak anda adalah cara yg efektif untuk menghindarkan
anda
memukul anak anda saat nakal. Misalnya saat sikecil mulai
mengacak-ngacak makanannya di meja, anda bisa memberinya pilihan, ia
ingin berhenti mengacak-ngacak makanannya atau ingin anda memindahkannya
dari meja makan. Jika ia masih terus mengacak-ngacak makanannya,
turunkan ia dr meja makan dgn tegas, namun tetap lembut, lalu katakan
padanya, bahwa anda akan mengembalikannya ke meja makan saat ia siap
untuk memakan makanannya tanpa memainkannya.
"Memberikan konsekuensi yang logis"
Konsekuansi yg logis terhadap kenakalan sikecil yaitu mengajarkannya untuk
bertanggungjawab
terhadap kenakalannya yg ia lakukan. Dalam sebuah kasus, misalnya, saat
sikecil memecahkan kaca jendela tetangga dan anda menghukumnya dgn
memukulnya bisa jadi hukuman tersebut akan membuat sikecil tidak akan
mengulang perbuatannya lagi, namun selain itu, sikecil juga akan belajar
bahwa ia harus menyembunyikan kesalahannya dari anda, menyalahkan orang
lain, berbohong, atau berupaya agar tidak ketahuan oleh anda. Ia juga
akan merasa marah dan dendam pada anda akibat pukulan yg anda berikan.
Sikap penurutnya didasari perasaan takut anda pukul lagi, bukan karena
menghormati anda sebagai orangtuanya.
Bandingkan efek yg ditimbulkan jika anda memberikan hukuman yg logis pada sikecil dibanding memukulnya, misalnya anda bisa mengatakan dgn nada suara yg tegas padanya bahwa "Mama tahu kamu baru saja memecahkan jendela rumah tetangga sebelah, lalu apa yg akan kamu lakukan untuk memperbaikinya?". Dgn demikian sikecil akan mencari cara bagaimana mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut pada tetangga anda, paling tidak ia akan berinisiatif meminta maaf pada tetangga anda, atau bahkan mau mencuci mobil tetangga selama beberapa waktu untuk mengganti kaca yg ia pecahkan. Situasi tersebut akan mengajarkan sikecil bahwa kesalahan adalah bagian yg tidak terpisahkan dari hidup, dan meski ia telah membuat kesalahan, namun jika ia mau mempertanggungjawabkan kesalahannya, dan memperbaikinya, maka semuanya akan baik-baik saja. Ia juga tidak akan marah dan dendam pada orangtuanya, yg terpenting self-esteem nya tidak akan runtuh.
Bandingkan efek yg ditimbulkan jika anda memberikan hukuman yg logis pada sikecil dibanding memukulnya, misalnya anda bisa mengatakan dgn nada suara yg tegas padanya bahwa "Mama tahu kamu baru saja memecahkan jendela rumah tetangga sebelah, lalu apa yg akan kamu lakukan untuk memperbaikinya?". Dgn demikian sikecil akan mencari cara bagaimana mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut pada tetangga anda, paling tidak ia akan berinisiatif meminta maaf pada tetangga anda, atau bahkan mau mencuci mobil tetangga selama beberapa waktu untuk mengganti kaca yg ia pecahkan. Situasi tersebut akan mengajarkan sikecil bahwa kesalahan adalah bagian yg tidak terpisahkan dari hidup, dan meski ia telah membuat kesalahan, namun jika ia mau mempertanggungjawabkan kesalahannya, dan memperbaikinya, maka semuanya akan baik-baik saja. Ia juga tidak akan marah dan dendam pada orangtuanya, yg terpenting self-esteem nya tidak akan runtuh.
"Melakukan perbaikan"
Saat
sikecil melanggar larangan anda, mungkin anda emosi dan memberinya
hukuman yg kejam, misalnya tdk memberinya uang jajan, atau melarangnya
keluar rumah untuk beberapa waktu. Jika hal tersebut anda lakukan,
pikirkan lagi konsekuansinya, karena hukuman tersebut justru akan
membuat anak anda semakin marah pd anda, bahkan malah akan membangkang
anda. Jika hukuman tersebut sudah terlanjur anda lakukan lantaran emosi
anda, anda bisa melakukan perbaikan misalnya, dgn menemui anak anda
& mengajaknya berbicara, katakan padanya bahwa anda minta maaf telah
memeberinya hukuman tersebut, katakan juga bahwa betapa anda merasa
dikhianati karena pelanggaran yg ia lakukan, ingatkan padanya bahwa
menjaga janji merupaka hal yg penting, yg terpenting, kemudian mintalah
ia melakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya tersebut. Sesuatu yg
datang dari kesadarannya sendiri, dan bukan merupakan hukuman dari
anda.
"Menarik diri dari konflik"
Saat bertengkar dgn sikecil rasanya anda ingin menamparnya karena kata-
katanya
yg tidak pantas pada anda, jika situasi tersebut yg anda hadapi,
alangkah baiknya jika anda segera menarik dari situasi trsbt. Namun,
jangan tinggalkan ruangan dalam keadaan marah, sebaliknya katakan dgn
tenang bahwa anda ada diruangan sebelah jika anak anda sudah siap untuk
berbicara dgn lebih sopan pd anda.
"Gunakan tindakan yang tegas namun lembut"
Saat
sikecil ingin menyentuh benda yg seharusnya tidak ia sentuh, seperti
vas bunga kesayangan anda dan sebagainya. Anda bisa melarangnya dgn cara
mengangkat tubuhnya dan membawanya keruangan lain untuk mengalihkan
perhatiannya, katakan padanya ia boleh menyentuh benda tersebut lain
waktu. Hindari memukul tangannya dgn kasar. Jika ia kerap kembali untuk
menyentuhnya, kembali angkat tubuhnya, dan jauhkan dari benda tersebut.
"Beri peringatan sebelumnya"
Sifat ngambek dan merajuk pada sikecil, seringkali membuat ibu tidak sabar
hendak
memukulnya, apalagi jika hal tersebut terjadi ditempat umum, atau saat
anda bertamu. Dari pada memukulnya, atau menariknya untuk pulang saat
itu juga, lebih baik anda terlebih dahulu memberinya peringatan,
misalnya katakan padanya anda akan pergi dari tempat tersebut lima menit
lagi, hal tersebut akan memberikan cukup waktu bagi sikecil untuk
menenangkan diri, atau menyelesaikan apa yang sedang ia lakukan.
Memukul Anak Justru Dapat Memicu Prilaku Agresif
Jika
dulu memukul dianggap sebagai bagian dari disiplin. Penelitian terkini
membuktikan, perlakuan kasar orang tua terhadap anak seperti memukul
atau menampar saat fase tumbuh kembang, terutama pada anak berusia tiga
tahun, akan memicu prilaku agresif.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam journal Pediatrics menunjukkan, ketika anak berusia tiga tahun dan mendapat perlakuan kasar, kemungkinan besar si kecil berprilaku agresif saat ia berusia lima tahun.
Salah seorang peneliti dari Tulane University’s School of Public Health and Tropical Medicine in New Orleans, Asisten professor ilmu kesehatan masyarakat, Catherin Taylor mengatakan anak membutuhkan panduan dan disiplin.
Namun, orang tua harus bertindak positif dan menghindari kekerasan saat mengajarkan anak berdisplin. “Hukuman fisik, seperti menampar atau memukul seharusnya dihindarkan, karena bakal berdampak panjang,” katanya seperti dikutip dari Healthday, baru-baru ini.
Secara terpisah, Psikiatri dari Texas A&M Health Science Center Round Rock campus, Kathryn J Kotrla berpendapat hasil riset menunjukan perlunya peran orang tua untuk memutuskan rantai kriminalitas di masyarakat. Ia menilai, mengurangi penggunaan kekerasan ketika mendidik anak tingkat kekerasan dalam berbagai bentuk di masyarakat dapat ditanggulangi.
Sebelumnya, Taylor dan kolega melibatkan lebih dari 2.500 ibu yang ditanyakan tentang sejauh mana mereka menerapkan hukuman fisk pada anak-anak mereka ketika berusia 3 tahun. Mereka juga ditanyakan tentang tingkat agresifitas anak ketika berusia 3 tahun.
Peneliti kemudian melihat latar belakang dari ibu yang terfokus pada kemungkinan ibu mengalami depresi saat melahirkan, konsumsi alkohol dan kekerasan yang mungkin terjadi pada keluarga si ibu.
Hasilnya, 50% orang tua tidak menerapkan hukuman kepada anak-anak mereka sebelum riset berlangsung. Sekitar 27.9% dari ibu, satu atau dua kali menerapkan hukuman fisik. Sedangkan sisanya 26.5 % dari ibu menerapkan hukuman fisik lebih dari dua kali dalam bulan yang sama.
Hasil riset juga mencatat, anak-anak yang berusia 3 tahun yang mengalami hukuman fisik dua kali atau lebih sebelum bulan riset berlangsung mengalami peningkatan tingkat agresifitas saat si kecil berusia 5 tahun.
Sayangnya, peneliti mengakui, mereka tidak bisa membuktikan sebab dan akibat dari hubungan antara ibu dan anak. Akan tetapi, peneliti meyakini pertanyaan itu dapat terjawab dengan riset lanjutan dikemudian hari. “Kami paham betul, anak belajar dari apa yang dilakukan orang tuanya. Jadi, jika si kecil Anda pukul dengan alasan tertentu, artinya Anda mengajarkan mereka menjadi agresif,” tegas Taylor.
Ia menambahkan, apabila hukuman fisik dijalankan secara berlebihan dengan alasan tertentu pula, maka tingginya tingkat stress si kecil akan berdampak pada perkembangan otak, emosional dan prilaku si kecil.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam journal Pediatrics menunjukkan, ketika anak berusia tiga tahun dan mendapat perlakuan kasar, kemungkinan besar si kecil berprilaku agresif saat ia berusia lima tahun.
Salah seorang peneliti dari Tulane University’s School of Public Health and Tropical Medicine in New Orleans, Asisten professor ilmu kesehatan masyarakat, Catherin Taylor mengatakan anak membutuhkan panduan dan disiplin.
Namun, orang tua harus bertindak positif dan menghindari kekerasan saat mengajarkan anak berdisplin. “Hukuman fisik, seperti menampar atau memukul seharusnya dihindarkan, karena bakal berdampak panjang,” katanya seperti dikutip dari Healthday, baru-baru ini.
Secara terpisah, Psikiatri dari Texas A&M Health Science Center Round Rock campus, Kathryn J Kotrla berpendapat hasil riset menunjukan perlunya peran orang tua untuk memutuskan rantai kriminalitas di masyarakat. Ia menilai, mengurangi penggunaan kekerasan ketika mendidik anak tingkat kekerasan dalam berbagai bentuk di masyarakat dapat ditanggulangi.
Sebelumnya, Taylor dan kolega melibatkan lebih dari 2.500 ibu yang ditanyakan tentang sejauh mana mereka menerapkan hukuman fisk pada anak-anak mereka ketika berusia 3 tahun. Mereka juga ditanyakan tentang tingkat agresifitas anak ketika berusia 3 tahun.
Peneliti kemudian melihat latar belakang dari ibu yang terfokus pada kemungkinan ibu mengalami depresi saat melahirkan, konsumsi alkohol dan kekerasan yang mungkin terjadi pada keluarga si ibu.
Hasilnya, 50% orang tua tidak menerapkan hukuman kepada anak-anak mereka sebelum riset berlangsung. Sekitar 27.9% dari ibu, satu atau dua kali menerapkan hukuman fisik. Sedangkan sisanya 26.5 % dari ibu menerapkan hukuman fisik lebih dari dua kali dalam bulan yang sama.
Hasil riset juga mencatat, anak-anak yang berusia 3 tahun yang mengalami hukuman fisik dua kali atau lebih sebelum bulan riset berlangsung mengalami peningkatan tingkat agresifitas saat si kecil berusia 5 tahun.
Sayangnya, peneliti mengakui, mereka tidak bisa membuktikan sebab dan akibat dari hubungan antara ibu dan anak. Akan tetapi, peneliti meyakini pertanyaan itu dapat terjawab dengan riset lanjutan dikemudian hari. “Kami paham betul, anak belajar dari apa yang dilakukan orang tuanya. Jadi, jika si kecil Anda pukul dengan alasan tertentu, artinya Anda mengajarkan mereka menjadi agresif,” tegas Taylor.
Ia menambahkan, apabila hukuman fisik dijalankan secara berlebihan dengan alasan tertentu pula, maka tingginya tingkat stress si kecil akan berdampak pada perkembangan otak, emosional dan prilaku si kecil.
Strategi Efektif
Pendapat
senada juga disampaikan Psikolog dari National Center for School Crisis
and Bereavement, Robin Gurwitch. Menurutnya, hasil riset menegaskan
hasil riset sebelumnya dimana hukuman fisik pada usia dini berkaitan
erat dengan tingkat agresifitas anak dikemudian hari.
“Bagaimana kita membantu orang tua untuk memberikan strategi efektif ketimbang hukuman fisik dan memang terdapat strategi yang lain, orang tua hanya perlu mengembangkan segala kemungkinan,” katanya.
Kotrla menambahkan, riset terlihat menyarankan kepada pemerintah dan pembuat kebijakan untuk fokus membahas masalah hukuman fisik sebagai usaha mengurangi kekerasan di masyarakat melalui orang tua.
Terkait kekerasan pada anak, sejumlah organisasi termasuk American Academy of Pediatrics secara keras menentang hukuman fisik pada anak. Dari catatan lembaga itu, 35%-90% orang tua masih menerapkan hukuman fisik pada anak-anak mereka.
“Bagaimana kita membantu orang tua untuk memberikan strategi efektif ketimbang hukuman fisik dan memang terdapat strategi yang lain, orang tua hanya perlu mengembangkan segala kemungkinan,” katanya.
Kotrla menambahkan, riset terlihat menyarankan kepada pemerintah dan pembuat kebijakan untuk fokus membahas masalah hukuman fisik sebagai usaha mengurangi kekerasan di masyarakat melalui orang tua.
Terkait kekerasan pada anak, sejumlah organisasi termasuk American Academy of Pediatrics secara keras menentang hukuman fisik pada anak. Dari catatan lembaga itu, 35%-90% orang tua masih menerapkan hukuman fisik pada anak-anak mereka.
Sikap
agresif merupakan penyebab kekerasan yang terjadi dalam masyarakat, dan
memukul adalah salah satu bentuk agresif tersebut, yang bisa
menyebabkan sikecil kehilangan self-esteem dan sifat antusiasmenya,
sekaligus menyebabkannya menjadi pembangkang, dan enggan bekerjasama.
Ibu yang bijak akan menggunakan cara yang lebih kreatif dan bijaksana
dalam menangani kenakalan anaknya tanpa kekerasan.
Harapan saya dari thread ini supaya kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang tua pada anaknya dapat berkurang dan menjadi bahan renungan bahwa yg dilakukannya itu adalah SALAH. Dan semoga dijadikan pedoman bagi semua orang tua dalam pemenuhan hak-hak anak, dan juga thread ini secara komprehensif dapat dijadikan tempat saling berbagi informasi terhadap pelaksanaan perlindungan anak di Indonesia, dan tentunya semoga Kekerasan Terhadap Anak dapat berkurang.
Terima Kasih
Harapan saya dari thread ini supaya kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang tua pada anaknya dapat berkurang dan menjadi bahan renungan bahwa yg dilakukannya itu adalah SALAH. Dan semoga dijadikan pedoman bagi semua orang tua dalam pemenuhan hak-hak anak, dan juga thread ini secara komprehensif dapat dijadikan tempat saling berbagi informasi terhadap pelaksanaan perlindungan anak di Indonesia, dan tentunya semoga Kekerasan Terhadap Anak dapat berkurang.
Terima Kasih
»» semoga bermanfaat ««
Tidak ada komentar:
Posting Komentar