Kamis, 29 Desember 2011
REpost : Salah Persepsi ( ReK )
Dikisahkan, di sebuah dusun tinggallah 
keluarga petani yang memiliki seorang anak masih bayi. Keluarga itu 
memelihara seekor anjing yang dipelihara sejak masih kecil. Anjing itu 
pandai, setia, dan rajin membantu si petani. Dia bisa menjaga rumah bila
 majikannya pergi, mengusir burung-burung disawah dan menangkap tikus 
yang berkeliaran di sekitar rumah mereka. Si petani dan istrinya sangat 
menyayangi anjing tersebut. Suatu hari, si petani harus menjual hasil 
panennya ke kota. Karena beban berat yang harus di bawanya, dia meminta 
istrinya ikut serta untuk membantu,agar secepatnya menyelesaikan 
enjualan dan sesegera mungkin pulang ke rumah. Si bayi di tinggal 
tertidur lelap di ayunan dan dipercayakan di bawah penjagaan anjing 
mereka. Menjelang malam setiba di dekat rumah, si anjing berlari 
menyongsong kedatangan majikannya dengan menyalak keras berulang-ulang, 
melompat-lompat dan berputar-putar, tidak seperti biasanya.
 Suami istri itu pun heran dan merasa tidak tenang menyaksikan ulah si 
anjing yang tidak biasa. Dan Betapa kagetnya mereka, setelah berhasil 
menenangkan anjingnya…astaga, ternyata moncong si anjing berlumuran 
darah segar. “Lihat pak! Moncong anjing kita berlumuran darah! Pasti 
telah terjadi sesuatu pada anak kita!” teriak si ibu histeris, 
ketakutan, dan mulai terisak menangis. “Ha…benar! Kurang ajar kau 
anjing! Kau apakan anakku? Pasti telah kau makan!” si petani ikut 
berteriak panik. Dengan penuh kemarahan, si petani spontan meraih sebuah
 kayu dan secepat kilat memukuli si anjing itu dan mengenai bagian 
kepalanya. Anjing itu terdiam sejenak. Tak lama dia menggelepar 
kesakitan, memekik perlahan dan dari matanya tampak tetesan airmata, 
sebelum kemudian ia terdiam untuk selamanya. Bergegas kedua suami istri 
itu pun berlari masuk ke dalam rumah. Begitu tiba di kamar, tampak anak 
mereka masih tertidur lelap di ayunan dengan damai. Sedangkan di bawah 
ayunan tergeletak bangkai seekor ular besar dengan darah berceceran 
bekas gigitan. Mereka pun segera sadar bahwa darah yang menempel di 
moncong anjing tadi adalah darah ular yang hendak memangsa anak mereka. 
Perasaan sesal segera mendera. Kesalahan fatal telah mereka lakukan. 
Emosi kemarahan yang tidak terkendali telah membunuh anjing setia yg 
mereka sayangi. Tentu, penyesalan mereka tidak akan membuat anjing 
kesayangan itu hidup kembali. Sungguh mengenaskan. Gara-gara emosi dan 
kemarahan yang membabi buta dari ulah manusia, seekor anjing setia yang 
telah membantu dan membela majikannya, harus mati secara tragis. Saya 
rasa demikian pula di kehidupan ini. Begitu banyak permasalahan, 
pertikaian, perselisihan bahkan peperangan, muncul dari emosi yang tidak
 terkontrol. Karena itu, saya sangat setuju dengan kata-kata: ”Jangan 
mengambil keputusan apapun disaat emosi sedang melanda.” Sebab, bila itu
 yang dilakukan, bisa fatal akibatnya. Sungguh, kita butuh belajar dan 
melatih diri agar disaat emosi, kita mampu mengendalikan diri secara 
sabar dan bijak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar