Menyikapi kehilangan
------------------------
Bila Anda siap MENDAPATKAN, sudahkan Anda juga siap KEHILANGAN?
Memang,
ada beragam cara menyikapi kehilangan. Dari mulai marah-marah,
menangis, protes pada takdir, hingga bunuh diri. Masih ingatkah Anda
pada tokoh-tokoh ternama, yang tega membunuh diri sendiri hanya karena
sukses mereka terancam pudar?
Barangkali kisah yang saya adaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns berikut ini, dapat memberikan inspirasi.
Dikisahkan,
seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah
dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi
finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk
memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan
cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya
sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena
tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu
sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa
perjalanannya kali ini pun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan
pekerjaan. Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi,
tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu.
Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh,
hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok, ” gerutunya kecewa.
Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank. “Sebaiknya koin ini
Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran.
Lelaki itu pun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya ke kolektor.
Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu
senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan
dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas,
dilihatnya beberapa lembar kayu sedang
diobral. Dia bisa
membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata
mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan toples. Setelah ia
membeli lembaran kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut
dan beranjak pulang. Di
tengah perjalanan
dia melewati
bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih
melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus,
dan mutunya terkenal.
Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu. Terlihat
ragu-ragu di mata
laki-laki
itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel
yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari
yang pasti disukai istrinya. Dia
menukar kayu tersebut dan
meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera
membawanya pulang. Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru.
Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar
jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang
indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar.
Ketika
lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250
dollar. Lelaki itu pun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke
pengrajin dan beranjak pulang Di pintu desa dia berhenti sejenak dan
ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung
lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari
semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri
si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya
berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja khan? Apa yang diambil oleh
perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
***
Memang,
ada beragam cara menyikapi kehilangan. Semoga kita termasuk orang yang
bijak menghadapi kehilangan dan sadar bahwa sukses hanyalah TITIPAN
Allah. Benar kata orang
bijak, manusia tak memiliki apa-apa
kecuali pengalaman hidup. Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki
apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Ada
kalimat yang saya suka sekali dalam menempatkan diri dalam kehidupan:
“Kemenangan hidup bukan berhasil mendapat banyak, tetapi ada pada
kemampuan menikmati apa yang didapat tanpa menguasai.
“Hiduplah seperti anak-anak yang dapat menikmati tanpa harus menguasai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar