Seorang sahabat bertanya tentang apasih yang di maksud budaya kerja, dan bagaimana menciptakan budaya kerja yang efektif dalam seuatu lingkungan perusahaan. Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM ) Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik : 1. meningkatkan jiwa gotong royong 2. meningkatkan kebersamaan 3. saling terbuka satu sama lain 4. meningkatkan jiwa kekeluargaan 5. meningkatkan rasa kekeluargaan 6. membangun komunikasi yang lebih baik 7. meningkatkan produktivitas kerja 8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll. Dalam perusahaan yang saya jalani saat ini yang identik sebagai perusahan jepang terdapat namanya budaya kerja 5R/5S. 5R/5S dikenal sebagai salah satu budaya kerja dari negara Jepang yang sudah melegenda. 5R berasal dari 5 kata dalam bahasa Jepang, yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke. Kelima kata itu kemudian diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia untuk diadposi cara kerjanya dan digunakan sebagai salah satu budaya kerja di banyak perusahaan besar di dunia. Dalam bahasa Indonesia, 5S itu diterjemahkan sebagai 5R, Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin. Banyak perusahaan sudah mengadopsi budaya kerja 5R ini. Secara tidak disadari, 5R akan membentuk suatu budaya kerja yang sangat bermanfaat. Bahkan 5R mampu digunakan sabagai salah satu tools untuk meningkatkan laba perusahaan. Bagaimanakah 5R tersebut dapat bekerja sebagai salah satu tools peningkatan laba perusahaan? Mari kita lihat.Seperti yang telah disebutkan diatas, 5R terdiri dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin. Kelima kata tersebut merupakan suatu rangkain urutan dalam membangun budaya kerja. Budaya kerja di sebuah perusahaan tidak diciptakan oleh pemiliknya atau siapa pun di perusahaan itu. Munculnya budaya kerja merupakan hasil perpaduan dari semangat kerja semua invidu di perusahaan dengan dipengaruhi oleh semangat terbesar dan terkuat dari salah satu individu di perusahaan itu. Semangat terkuat itu pada umumnya merupakan semangat kerja pemilik atau pemimpin perusahaan. Semangat terkuat itu akan mempengaruhi dan menggerakkan semangat dari individu lainnya, lalu kemudian menyatukannya dalam satu irama kerja yang sama, maka terlahirlah budaya kerja. Budaya kerja produktif di Indonesia, belum merata. Bekerja masih dianggap sebagai sesuatu yang rutin. Bahkan di sebagian karyawan, bisa jadi bekerja dianggap sebagai beban dan paksaan terutama bagi orang yang malas. Pemahaman karyawan tentang budaya kerja positif masih lemah. Budaya organisasi atau budaya perusahaan masih belum banyak dijumpai. Hal ini pulalah juga agaknya yang kurang mendukung terciptanya budaya produktif. Perusahaan belum mengganggap sikap produktif sebagai suatu sistem nilai. Seolah-olah karyawan tidak memiliki sistem nilai apa yang harus dipegang dan dilaksanakan. Karena itu tidak jarang prusahaan yang mengabaikan kesejahteraan karyawan termasuk upah minimunya. Ditambah dengan rata-rata pendidikan karyawan yang relatif masih rendah maka produktivitas pun rendah. Karena itu tidak heran produktivitas kerja di Indonesia termasuk terendah dibanding dengan negara-negara lain di Asia. Hal demikian bisa dijelaskan lewat formula matematika sederhana. Produktivitas kerja merupakan rasio dari keluaran/output dengan inputnya. Bentuk output dapat berupa barang dan jasa. Sementara input berupa jumlah waktu kerja, kondisi mutu dan fisik karyawan, tingkat upah dan gaji, teknologi yang dipakai dsb. Jadi output yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh faktor input yang digunakan. Dengan demikian produktivitas kerja di Indonesia relatif rendah karena memang rendahnya faktor-faktor kualitas fisik, tingkat pendidikan, etos kerja, dan tingkat upah dari karyawan. Hal ini ditunjukkan pula oleh angka indeks pembangunan manusia di Indonesia (gizi, pendidikan, kesehatan) yang relatif lebih rendah dibanding di negara-negara tetangga. Seharusnya faktor-faktor tersebut perlu dikuasai secara seimbang agar para karyawan mampu mencapai produktivitas yang standar. Pendidikan dan pelatihan perlu terus dikembangkan disamping penyediaan akses teknologi. Kompetensi (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) karyawan menjadi tuntutan pasar kerja yang semakin mendesak. Dengan kata lain suasana proses pembelajaran plus dukungan kesejahteraan karyawan perlu terus dikembangkan. Program kerja Outsourcing dan Pemberian UMR yang rendah di Indonesia juga menjadi penyebab buruknya budaya kerja Di Indonesia, oleh karena itu sebaiknya pemerintah meningkatkan Nilai Pekerja Indonesia dan Kesejahteraan Pekerja untuk mendapatkan budaya kerja yang baik.
Jumat, 14 Oktober 2011
BUDAYA KERJA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar