Ada
orang bertanya pada seorang Master Zen: “Hati saya penuh dengan
kerisauan, bagaimana cara menghilangkannya?” Master Zen menjawab:
“Jagalah hatimu dengan baik.” Perkataan ini terdengar sangat mudah,
namun sulit untuk diterapkan dalam kehidupan nyata, apalagi menjaganya
setiap saat.
Ketika kegelapan menutupi batin, kesalahan tanpa disengaja malah dibiarkan berlanjut terus.
Banyak orang yang berkata: Hati saya sangat baik, juga tahu untuk
bertutur kata lemah lembut, namun begitu naik pitam, langsung semuanya
lupa! Selain bertutur kata kasar dan tajam, jika pikiran tidak dijaga
dengan baik, setiap sikap dan prilaku selalu dapat merusak citra diri;
bila batin dan tindakan tidak patut, bagaimana dapat bertingkah laku
sebagai manusia?
Terutama ketika kerisauan datang, jelas-jelas diri sendiri yang
melakukan kesalahan, namun tidak mau mengakuinya, malah dengan sikap
galak menyalahkan orang lain seakan diri sendiri paling benar, ini
adalah tindakan menambah kerisauan di atas kerisauan; awalnya melakukan
kesalahan tanpa disengaja, selanjutnya dengan sengaja membiarkan
kesalahan berlanjut terus, malah berusaha membela diri kalau diri
sendiri tidak bersalah, benar-benar menambah kesalahan di atas
kesalahan.
Sekeluarga adalah “orang yang mengaku salah”
Beberapa tahun lalu ada seorang ibu datang mengadu kepada saya: “Saya
sangat iri melihat rumah tangga orang lain yang harmonis, tidak seperti
rumah tangga saya yang setiap hari gaduh, suami dan anak begitu pulang
mulai ribut-ribut, saya jadi tidak tahan dan ikut bersuara keras,
membuat kondisi rumah tidak pernah damai, bagaimana mungkin dapat
menikmati kebahagiaan keluarga?”
Saya bertanya: “Apakah anda dalam setiap hal tidak pernah mau mengalah?”
Dia menjawab: “Mengapa harus mengalah, saya kan tidak salah.” Saya
katakan: “Apakah temperamen suamimu kurang baik?” Dia berkata:
“Temperamennya bukannya tidak baik, hanya saja setelah sibuk bekerja
seharian, sepulangnya kerumah dan mendengar suara saya dan anak-anak,
dia terus emosi.” Saya katakan: “Lalu, bukankah anak-anakmu juga tidak
salah?” Dia menjawab: “Benar! Anak-anak merasa beban belajar sangat
berat, begitu pulang ke rumah dan melihat ayah ibu sedang ribut-ribut,
jadinya ikut gampang naik darah.”
Saya katakan: “Karena di keluargamu tidak ada satu pun yang salah dan
setiap orang berdebat dengan kebenaran masing-masing, makanya bisa
ribut-ribut.” Setelah mendengar perkataan ini sepertinya dia sedikit
sadar.
Setelah beberapa waktu, dia menyampaikan pada orang: “Sekarang di rumah
saya, setiap orang mengaku sendiri ‘telah melakukan kesalahan’, makanya
setiap hari suasananya harmonis dan bahagia.” Semua orang merasa heran
mendengarnya dan menanyakan sebabnya, ternyata dia berkomunikasi dengan
suami dan menyatakan penyesalannya: “Dulu saya kurang berpikir panjang,
selalu ingin berebut benar salah, saya tidak berpikir kalau kamu sewaktu
kerja telah memiliki beban pikiran dan harus menahan banyak hal yang
tidak sesuai keinginan, sepulang ke rumah masih harus menghadapi diriku
yang membuatmu marah, maka sulit dihindari kalau kamu juga ikut bersuara
keras. Mulai sekarang kita seharusnya berkomunikasi dengan baik, agar
anak-anak bisa belajar dengan tenang.”
Suaminya sangat terkejut mendengarnya, sebab istrinya tidak pernah
mengaku salah, kenapa tiba-tiba berubah, lalu bertanya: “Apa yang
terjadi pada dirimu?” Dia menjawab: “Setelah di Hualien mendengar
perkataan Master, saya merasa dari awal diriku yang bersalah --- sebagai
ibu rumah tangga sudah seharusnya lemah lembut dan perhatian, tolong
bantu saya untuk menjadi seorang wanita yang lemah lembut.”
Suaminya sangat terharu dan berkata: “Di luar memang saya merasa sangat
banyak dipersalahkan, namun kamu juga sudah bersusah payah, membereskan
rumah sehingga demikian bersih dan menyenangkan, saya seharusnya
berterima kasih padamu; hanya saja begitu melihat air mukamu, saya
langsung menelan kembali kata-kata terima
kasih yang sudah ada di mulut, jadinya selalu sengaja mencari kesalahanmu. Sebetulnya, saya juga bersalah!”
Suami istri saling menyatakan bersalah, sejak itu begitu suami pulang
kerja, istri akan menyambut dengan muka penuh senyuman, suami juga
berbicara dengan suara halus dan lembut, mereka tidak pernah lagi
merusak suasana harmonis di rumah. Anak-anak merasakan suasana rumah
berubah menjadi damai dan harmonis, telinga mendengar suara suka cita
dan mata melihat air muka yang damai, dengan sendirinya timbul rasa
hormat kepada ayah ibu dan prestasi sekolah juga meningkat banyak.
Ibu ini berkata: “Sekarang kami sekeluarga adalah orang yang mau
mengakui kesalahan, walau siapa pun yang sedikit lengah, akan terdengar
perkataan ‘Mohon maaf karena berlaku kurang sopan’ Dengan demikian
apakah masih akan ribut-ribut?”
Sebutir kelereng tidak akan memantul di atas selimut
Sebutir kelereng jika dilentingkan ke atas selimut, dia tidak akan
memantul, namun jika bertemu dengan lantai papan yang keras, dia akan
memantul semakin tinggi. Hubungan antar sesama manusia juga demikian,
jika memiliki hati yang lemah lembut, biar menghadapi apa pun, tidak
akan timbul perselisihan, kalau tiada perselisihan dalam keluarga, batin
tentu damai tanpa kerisauan.
Ribut-ribut dengan suara keras adalah sikap yang menunjukkan tidak
adanya perasaan malu, tidak mampu menjaga kondisi hati dengan baik,
hanya tahu melihat kesalahan orang tanpa mau mengakui kesalahan diri
sendiri, selalu ingin mencari benar salah, dengan semakin ribut membuat
kerisauan juga semakin bertambah, batin yang kacau akan membuat kondisi
semakin kacau dan menciptakan karma buruk; jika ingin menjadi orang yang
benar-benar baik, kita harus menjaga kondisi batin dengan sebaik
mungkin.
always
BalasHapus